Kamis, 15 Desember 2011

Prinsip Koperasi dan SHU


Prinsip - Prinsip Koperasi
  • Prinsip Koperasi menurut Munker
Menurut Hans H. Munkner ada 12 prinsip koperasi yakni sebagai berikut.
  1. Keanggotaan bersifat sukarela
  2. Keanggotaan terbuka
  3. Pengembangan anggota
  4. Identitas sebagai pemilik dan pelanggan
  5. Manajemen dan pengawasan dilakukan secara demokratis
  6. Koperasi sebagai kumpulan orang-orang
  7. Modal yang berkaitan dengan aspek sosial tidak dibagi
  8. Efisiensi ekonomi dari perusahaan koperasi
  9. Perkumpulan dengan sukarela
  10. Kebebasan dalam pengambilan keputusan dan penetapan tujuan
  11. Pendistribusian yang adil dan merata akan hasil-hasil ekonomi
  12. Pendidikan anggota
  • Prinsip Koperasi menurut Rochdale
Prinsip ini dipelopori oleh 28 koperasi konsumsi di Rochdale, Inggris (1944) dan menjadi acuan bagi koperasi diseluruh dunia.
Adapun unsur-unsurnya sebagai berikut.
  1. Pengawasan secara demokratis
  2. Keanggotaan yang terbuka
  3. Bunga atas modal dibatasi
  4. Pembagian sisa hasil usaha (SHU) kepada anggota sesuai jasanya.
  5. Penjualan sepenuhnya dengan tunai
  6. Barang yang dijual harus asli dan tidak dipalsukan
  7. Menyelenggarakan pendidikan kepada anggotanya sesuai prinsip koperasi
  8. Netral terhadap politik dan agama
  • Prinsip Koperasi menurut Raiffeisen
Menurut Freidrich William Raiffeisen (1818-1888) , dari Jerman , prinsip koperasi adalah sebagai berikut.
  1. Swadaya
  2. Daerah kerja terbatas
  3. SHU untuk cadangan
  4. Tanggung jawab anggota tidak terbatas
  5. Pengurus bekerja atas dasar kesukarelaan
  6. Usaha hanya kepada anggota
  7. Keanggotaan atas dasar watak, bukan uang
  • Prinsip Koperasi menurut Herman Schulze
Prinsip koperasi menurut Herman Schulze (1800-1883) adalah sebagai berikut.
  1. Swadaya
  2. Daerah kerja tak terbatas
  3. SHU untuk cadangan dan untuk dibagikan kepada anggota
  4. Tanggung jawab anggota terbatas
  5. Pengurus bekerja dengan mendapat imbalan
  6. Usaha tidak terbatas tidak hanya untuk anggota
  • Prinsip Koperasi menurut ICA ( International Cooperative Alliance )
ICA didirikan pada tahun 1895 merupakan organisasi gerakan koperasi tertinggi di dunia. Sidang ICA di Wina pada tahun 1966 merumuskan prinsip-prinsip koperasi sebagai berikut.
  1. Keanggotaan koperasi secara terbuka tanpa adanya pembatasan yang dibuat-buat
  2. Kepemimpinan yang demokrasi atas dasar satu orang satu suara
  3. Modal menerima bunga yang terbatas, itupun bila ada
  4. SHU dibagi 3 :
  5. Sebagian untuk cadangan
  6. Sebagian untuk masyarakat
  7. Sebagian untuk dibagikan kembali kepada anggota sesuai jasanya
  8. Semua koperasi harus melaksanakan pendidikan secara terus-menerus
  9. Gerakan koperasi harus melaksanakan kerja sama yang erat, baik di tingkat regional, nasional, maupun internasional.
  • Prinsip Koperasi Indonesia Menurut UU No. 12 tahun 1967
Prinsip Koperasi Indonesia Menurut UU No. 12 tahun 1967 adalah sebagai berikut.
  1. Sifat keanggotaannya sukarela dan terbuka untuk setiap WNI
  2. Rapat anggota merupakan kekuasaan tertinggi sebagai pencerminan demokrasi dalam koperasi.
  3. Pembagian SHU diatur menurut jasa masing-masing anggota
  4. Adanya pembatasan bunga atas modal
  5. Mengembangkan kesejahteraan anggota khususnya dan masyarakat umumnya
  6. Usaha dan ketatalaksanaannya bersifat terbuka
  7. Swadaya, swakarya, dan swasembada sebagai pencerminan prinsip dasar percaya pada diri sendiri.

  • Prinsip Koperasi Indonesia Menurut UU No.25 tahun 1992
Prinsip Koperasi Indonesia Menurut UU No.25 tahun 1992 adalah sebagai berikut.
  1. Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka
  2. Pengelolaan dilakukan secara demokrasi
  3. Pembagian SHU dilakukan secara adil sesuai dengan jasa masing-masing
  4. Pemberian batas jas yang terbatas terhadap modal
  5. Kemandirian
  6. Pendidikan perkoperasian
  7. Kerja sama antar koperasi

Contoh Kasus Prinsip – prinsip Ekonomi

-         Suap Menyuap VS Prinsip Ekonomi.
Kemarahan masyarakat luas sepertinya dianggap angin lalu oleh para pelaku suap menyuap, terbukti dari sebelum era reformasi hingga hari ini, aneka kasus korupsi terus menerus menghujani Indonesia. Maraknya berbagai ulasan sengit kasus suap menyuap di berbagai kalangan masyarakat dan media sepertinya juga masih lebih lambat dengan kecepatan munculnya nama-nama baru pelaku suap menyuap. Hingga kasus sebelumnya banyak yang menguap begitu saja karena perhatian publik secara reflek beralih kepada kasus baru. Rasa malu,  rasa berdosa, penyesalan dan permohonan maaf  nyaris tidak pernah terbaca dengan jelas pada pelaku yang sudah dinyatakan bersalah oleh hukum sah negara. Padahal implikasi praktek suap menyuap khususnya terhadap perekonomian dan efek dominanya sangat merugikan masyarakat.

Dalam Islam kegiatan suap menyuap sangat tercela dan dilarang keras. Islam menyebut suap menyuap dengan Ar-Risywah, yang artinya secara singkat adalah pemberian apa saja kepada pihak lain untuk mendapat keputusan dengan cara batil. “Rasulullah  SAW melaknat/mengutuk orang yang menyuap, yang menerima suap dan orang yang menghubungkan keduanya,” (HR. Ahmad). Ditinjau dari prinsip ekonomi syariah, ar-risywah adalah salah satu kegiatan yang memperburuk perekonomian dan moral suatu bangsa.

Salah satu buruknya perekonomian ditandai dengan laju inflasi yang tinggi. Dan salah satu penyebab inflasi adalah human error atau kesalahan manusia, yang salah satunya diakibatkan oleh tindakan korupsi dan administrasi yang buruk, dimana suap menyuap termasuk di dalamnya. Tindakan suap menyuap akan menyebabkan ekonomi biaya tinggi pada dunia usaha. Dunia usaha terpaksa menaikkan harga jual pada tingkat profit normal, disebabkan biaya produksi membengkak karena adanya uang siluman untuk menyuap. Harga akan mengalami distorsi karena adanya komponen biaya yang seharusnya tidak muncul, sehingga harga jual kepada konsumen pun tidak mencerminkan nilai sumber daya yang sebenarnya dari proses produksi. Adanya biaya suap menyebabkan alokasi sumber daya berjalan dengan tidak efisien, dan merusak tingkat produktivitas. Hingga pada akhirnya merusak perekonomian secara umum dan sangat merugikan masyarakat luas.

Dalam kajian ekonomi syariah, tidak hanya menyoroti kerugian secara  material/fisik, namun yang lebih penting adalah terjadinya kerugian multi dimensi, meliputi jasmani rohani, lahir batin, dunia akherat. Sebab yang menjadi tujuan utama dalam kegiatan ekonomi islam adalah keuntungan dan keberkahan yang dikenal sebagai maslahah, yang sejatinya itulah yang dituntut dan diminta oleh jiwa raga kita. Tindakan suap menyuap walaupun menguntungkan individu pelaku suap menyuap dengan bertambahnya harta secara nominal, namun sangat merugikan agama, jiwa, akal dan keluarga/kehormatannya. Walaupun wujud kerugian tersebut tidak selalu kasat mata/tidak nampak secara fisik, tapi proses terbentuknya kerugian tersebut akan terus bekerja secara kumulatif disadari ataupun tidak oleh para pelaku. Hasil akumulasi kerugian tersebut pasti akan mereka dapatkan di dunia maupun di akherat, sebagaimana hukum aksi dan reaksi dalam ilmu fisika.

Maraknya kasus suap menyuap di negeri ini juga tidak akan lolos dari dampak buruk terhadap perekonomian secara umum. Sebab dalam perspektif ekonomi syariah kegiatan ekonomi seperti mata rantai yang saling terkait satu dengan lainnya, apalagi di era globalisasi saat ini. Sehingga perspektif yang harus dipakai tidak hanya secara individual namun juga secara kolektif. Jika dalam kegiatan ekonomi terdapat pihak yang mengabaikan nilai moral dan etika maka secara otomatis akan menebarkan efek domino yang beruntun, seperti ketidakadilan, kesenjangan pendapatan, kerusakan sumber daya dan lingkungan dan rusaknya perekonomian secara umum,  hingga sangat berpotensi mengakibatkan berbagai kejahatan baik di dunia usaha maupun masyarakat yang akan berujung pada kemerosotan peradaban manusia.

Akumulasi dari ekonomi biaya tinggi pada dunia usaha, memburuknya perekonomian dan merebaknya kejahatan di dunia bisnis dan di berbagai strata sosial masyarakat akan dirasakan oleh seluruh warga negara, baik yang terlibat praktek suap menyuap maupun tidak. Kredibilitas bangsa pun menjadi terpuruk di mata dunia internasional, hal itu bisa diketahui dari peringkat penerapan Good Corporate Governance (GCG) dan tingkat korupsi yang banyak dibuat oleh berbagai institusi Internasional.

Indonesia sendiri menempati peringkat terbawah di Asia Pacific dalam penerapan praktik GCG, berdasarkan data yang dilaporkan CLSA (Credit Lyonnais Securities) pada tahun 2003. Hasil senada juga dilaporkan berdasarkan penelitian Mckinsey & Company  mengenai peringkat pelaksanaan GCG yang melibatkan para investor di Asia, Eropa, dan Amerika terhadap lima Negara di Asia menyatakan bahwa Indonesia menempati peringkat terendah dalam pelaksanaan GCG (McKinsey Investor Opinion Survey,1999-2000). Data lainnya yang masih seirama, bersumber dari Transparency International Ranking tahun 2010,  Indonesia berada pada peringkat 110 indeks persepsi korupsi, dari 200 negara di seluruh dunia. Dan ternyata di Asia Pasifik sendiri, Indonesia adalah negara paling korup dari 16 negara yang menjadi tujuan investasi para pelaku bisnis. Hasil senada juga dikeluarkan oleh Survey Political and Economic Risk Consultancy yang menyatakan Indonesia merupakan negara yang paling tinggi tingkat KKN-nya di Asia. Dengan kata lain selama ini para pelaku korupsi dan suap menyuap memberi andil besar pada rusaknya martabat bangsa di mata dunia internasional.

Sebagaimana dampak buruknya yang bersifat sistemik, maka penanganan kasus suap menyuap harus ditangani secara sistemik pula, dengan perbaikan paradigma. Paradigma masyarakat, dalam menilai kesuksesan dan menghargai orang yang berdasarkan keberadaan harta dan jabatan harus diluruskan, karena sejatinya orang yang paling mulia di mata Allah SWT adalah orang yang paling bertakwa. Masyarakat harus lebih menghargai kejujuran daripada kemewahan materi, ketinggian ilmu daripada tingginya jabatan, ketrampilan/profesionalitas daripada kedekatan dengan penguasa dan keindahan akhlak dari pada keindahan fisik. Jika masyarakat luas memposisikan kejujuran, akhlak, ilmu, ketrampilan dan profesionalitas menjadi indikator kesuksesan dan penghargaan, maka secara otomatis orang tidak akan tertarik dengan praktek suap menyuap sekaligus juga akan merasa malu, berdosa dan jatuh kehormatannya jika melakukannya.
-         Dugaan Adanya Surplus

Surplus secara alami merupakan batas pengaman yang dipakai untuk menjaga kelangsungan pengoperasian perusahaan koperasi. Surplus dana juga digunakan untuk membiayai pendidikan anggota-anggotanya. Kesuksesan sebuah koperasi tergantung pada besarnya tingkat seberapa baik anggota-anggotanya memahami prinsip-prinsip koperasi melalui pendidikan yang mereka enyam. Pembiayaan pendidikan perkoperasian dengan menggunakan surplus dana koperasi menciptakan ketidakadilan diantara anggota-anggotanya. Sebagai contoh dua anggota dalam sebuah koperasi konsumsi. Salah satunya memegang keanggotaan koperasi selama beberapa tahun serta memahami prinsip-prinsip koperasi. Ia memiliki banyak anak, kondisi perekonomiannya tidak begitu bagus. Ia membelanjakan uangnya melalui koperasi untuk memberi makan keluarganya dan dengan begitu, ia menyumbangkan dana surplus bagi koperasi. Sedangkan anggota yang satunya bergabung dengan koperasi. Ia muda, belum memiliki anak, dan kondisi perekonomiannya cukup bagus. Ia berbelanja beberapa barang dikoperasi, sehingga ia tidak menyumbang banyak dana surplus. 

Koperasi memutuskan untuk menggunakan dana surplus untuk membiayai pendidikan perkoperasian anggota-anggotanya (referensi Rochdale) Anggota yang menyumbang dana surplus lebih banyak harus ikut membiayai pendidikan seorang anggota lain yang menyumbang lebih sedikit. Praktek-praktek seperti ini terjadi di sebagian besar koperasi seluruh dunia. Pendidikan perkoperasian boleh saja, asalkan jangan pernah menggunakan dana surplus untuk membiayainya. 

Penggunaan dana surplus untuk membayar bunga modal saham diabadikan dalam perundang-undangan koperasi di sebagian besar negara di seluruh dunia. Jumlah bunga yang seimbang dibayarkan atas saham dari nilai yang sama kepada seluruh anggota koperasi dalam pembiayaan koperasi dari sebuah sumber yang tidak diciptakan secara sama oleh anggota-anggotanya melainkan berdasar atas partisipasi anggotanya dalam usaha-usaha koperasi. Mengapa seorang anggota yang berpartisipasi lebih besar harus menerima deviden yang sama besar dengan anggota yang tidak berpastisipasi banyak? Modal saham yang mewakili nilai asli dari modal tetap koperasi bagaimanapun juga seharusnya tidak perlu diberi kompensasi. 

Penggunaan dana surplus untuk membiayai dana cadangan koperasi juga merupakan sebuah kesalahan. Jika sebuah koperasi memutuskan untuk menciptakan dana cadangan sebagai cara untuk mengamankan nilai aslinya, tindakan ini seharusnya dibiayai oleh seluruh anggota secara sama besar.

-         Bibit : Kasus Century Tidak Diselesaikan Oleh Teori

Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi masih belum dapat memastikan kapan kasus Bank Century akan selesai, lembaga antikorupsi ini masih membutuhkan alat bukti untuk dapat meningkatkan status ke penyidikan, tidak bisa hanya dengan teori saja.

"Kasus Century itu dikejar dengan alat bukti yang cukup, bukan teori," kata Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bibit Samad Riyanto di Jakarta, Kamis.

Karena itu, menurut dia, penyelesaian kasus ini tidak bisa "dipaksakan" untuk selesai. Terlebih lagi audit forensik yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) belum mendapatkan hasil.

"(Apalagi) sekarang audit BPK minta perpanjang satu tahun. Di Amerika saja audit semacam ini bisa menghabiskan waktu lima tahun," lanjut Bibit.

Namun demikian, ia mengatakan KPK tetap akan melanjutkan pemeriksaan sambil menunggu hasil audit forensik atas Bank Century yang dilakukan BPK selesai. "Tetap akan kita lakukan".

"Jadi bukan `menggantung`, bukan. Memang penyelidikan itu memakan waktu, harus jelas perbuatan yang menurut undang-undang melanggar atau tidak. Bukan teori sistemik atau tidak sistemik," kata Bibit.

Hingga kini KPK belum dapat merampungkan kasus dugaan korupsi Bank Century, belum ada peningkatan status ke penyidikan. (V002/Z002)
-          Konspirasi Dibalik Kasus NUNUN

JAKARTA--MICOM: Ketua Komisi II DPR Chairuman Harahap menilai, ada konspirasi ekonomi di balik kasus suap cek perjalanan dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Miranda Swaray Goeltom yang melibatkan Nunun Nurbaetie.

Menurutnya,tak mungkin Nunun mempunyai kepentingan terhadap terpilihnya Miranda Goeltom. Tentunya ada kepentingan-kepentingan lain. Dan yang paling berkepentingan dalam kasus tersebut adalah mantan Gubernur Senior BI Miranda Goeltom.

"Saya kira ini konspirasi ekonomi. Mau tidak mau kepentingan di sini adalah Miranda seorang Deputi Gubernur Senior BI, yang banyak berpengaruh terhadap pengambilan keputusan-keputusan tentang moneter," beber Chairuman saat ditemui di acara peluncuran buku Muladi di Gedung Lemhanas, Senin (12/12).

"Ini kan harus kita lihat. Berarti ada satu kepentingan ekonomi, finansial yang besar," lanjutnya.

Belum lagi dalam fakta persidangan terungkap cek perjalanan diambil oleh Bank Artha Graha yang memesan kepada PT First Mujur Plantation and Energy. Chairuman pun mempertanyakan, PT. First Mujur Plantation itu memesan atas kepentingan apa, dan untuk siapa.

"Itu pesanan siapa kepada PT First Mujur Plantation and Energy? Kepentingan apa PT. First Mujur Plantation and Energy memberikan dana kepadaIibu Nunun untuk diberikan kepada DPR. Ini kan harus terungkap dengan jelas," paparnya.

Oleh karena itu, Chairuman mengharapkan agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dapat mengusut tuntas kasus cek perjalanan sampai ke akar-akarnya.

"PT First Mujur Plantation and Energy memesan atas kepentingan apa? Ini harus terungkap. Tugas KPK harus mengungkapkan ini," tandasnya.

Ditanya apakah Miranda bisa ikut terseret jeratan hukum atas kasus yang menimpa Nunun, Chairuman menjawab, "Bisa saja. Ini tergantung pada pembuktian. Bukan saja keterangan dari ibu Nunun, tetapi alat bukti lain"



Sisa Hasil Usaha (SHU)
1.      PENGERTIAN SHU (SISA HASIL USAHA)

Menurut pasal 45 ayat (1) UU No. 25/1992, Sisa Hasil Usaha Koperasi merupakan pendapatan koperasi yang diperoleh dalam satu tahun buku dikurangi biaya, penyusutan dan kewajiban lainnya termasuk pajak dalam tahun buku yang bersangkutan.

Beberapa informasi dasar dalam penghitungan SHU anggota diketahui sebagai berikut:

1.      SHU Total Koperasi pada satu tahun buku
2.      Bagian (persentase) SHU anggota
3.      Total simpanan seluruh anggota
4.    Total seluruh transaksi usaha (volume usaha atau omzet) yang bersumber dari anggota
5.      Jumlah simpanan per anggota
6.      Omzet atau volume usaha per anggota
7.      Bagian (persentase) SHU untuk simpanan anggota
8.      Bagian (persentase) SHU untuk transaksi usaha anggota

2.      PRINSIP-PRINSIP PEMBAGIAN SHU

Prinsip-prinsip pembagian SHU, antara lain :

1.     SHU yang dibagi adalah yang bersumber dari anggota
2.     SHU anggota adalah jasa dari modal dan transaksi usaha yang dilakukan anggota sendiri
3.      Pembagian SHU anggota dilakukan secara transparan
4.      SHU anggota dibayar secara tunai
Dengan demikian SHU yang diterima anggota bersumber dari :
  • SHU atas jasa modal (Pembagian ini mencerminkan anggota sebagai pemilik sekaligus investor, karena jasa atas modalnya tetap diterima dari koperasi sepanjang koperasi tersebut menghasilkan SHU pada tahun buku yang bersangkutan)
  • SHU atas jasa usaha (Menegaskan bahwa anggota koperasi selain pemilik juga sebagai pemakai/pelanggan)
Secara umum SHU koperasi dibagi sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan pada Anggran Dasar/Anggaran Rumah Tangga Koperasi, seperti :
  • Cadangan koperasi
  • Jasa anggota
  • Dana pengurus
  • Dana karyawan
  • Dana pendidikan
  • Dana sosial
  • Dana untuk pembangunan lingkungan.

3.      RUMUS PEMBAGIAN SHU
Menurut UU No. 25/1992 pasal 5 ayat (1), mengatakan bahwa “Pembagian SHU kepada anggota dilakukan tidak semata-mata berdasarkan modal yang dimiliki seseorang dalam koperasi, tetapi juga berdasarkan perimbangan jasa usaha anggota terhadap koperasi. Ketentuan ini merupakan perwujudan kekeluargaan dan keadilan”.
 
Di dalam AD/ART koperasi telah ditentukan pembagian SHU sebagai berikut: Cadangan koperasi 40%, jasa anggota 40%, dana pengurus 5%, dana karyawan 5%, dana pendidikan 5%, dana sosial 5%, dana pembangunan lingkungan 5%.
Tidak semua komponen di atas harus diadopsi dalam membagi SHU-nya. Hal ini tergantung dari keputusan anggota yang ditetapkan dalam rapat anggota.

a). SHU per anggota

·                     SHUA = JUA + JMA
Di mana :
SHUA           = Sisa Hasil Usaha Anggota
JUA           = Jasa Usaha Anggota
JMA          = Jasa Modal Anggota

b).  SHU per anggota dengan model matematika


 

SHUPA =   VA  x  JUA  +  SA  x  JMA 
               VUK             TMS


 


Dimana :
SHU PA= Sisa Hasil Usaha per Anggota
VA       = Volume Usaha Anggota (total transaksi anggota)
JUA      = Jasa Usaha Anggota
SA        = Jumlah Simpanan Anggota
JMA     = Jasa Modal Anggota
VUK     = Volume Usaha Total Koperasi (total transaksi Koperasi)
TMS     = Modal Sendiri Total (simpanan anggota total)

Contoh Kasus SHU
1.      Koperasi "MAJU TERUS" yang jumlah simpanan pokok dan simpanan wajib anggotanya sebesar Rp 100.000.000,- menyajikan perhitungan laba rugi singkat pada 31 Desember 2010 sebagai berikut, (hanya untuk anggota):
Penjualan                            = Rp 460.000.000,-
Harga Pokok Penjualan      = Rp 400.000.000,-
Laba Kotor                          = Rp   60.000.000,-
Biaya Usaha                         = Rp   20.000.000,-
Laba Bersih                          = Rp   40.000.000,-
Berdasarkan RAT, SHU dibagi sebagai berikut:
- Cadangan Koperasi 40%
- Jasa Anggota 25%
- Jasa Modal 20%
- Jasa Lain-lain 15% 

Buatlah:
a. Perhitungan pembagian SHU
b. Jurnal pembagian SHU
c. Perhitungan persentase jasa modal
d. Perhitungan persentase jasa anggota
e. Hitung berapa yang diterima Tuan Tono (seorang anggota koperasi) jika jumlah simpanan pokok dan simpanan wajibnya Rp 500.000,- dan ia telah berbelanja di koperasi MAJU TERUS senilai Rp 920.000,-



JAWABAN
a. Perhitungan pembagian SHU

Keterangan SHU = Rp 40.000.000,-
Cadangan Koperasi 40% X Rp 40.000.000,-           = Rp 16.000.000,-
Jasa Anggota 25% X Rp 40.000.000,-                     = Rp 10.000.000,-
Jasa Modal 20% X Rp 40.000.000,-                        = Rp   8.000.000,-
Jasa Lain-lain 15% X Rp 40.000.000,-                    = Rp   6.000.000,-
Total 100%                                                                Rp 40.000.000,-

b. Jurnal pembagian SHU
SHU                                               Rp 40.000.000,-
Cadangan Koperasi                                        Rp 16.000.000,-
Jasa Anggota                                                  Rp 10.000.000,-
Jasa Modal                                                     Rp   8.000.000,-
Jasa Lain-lain                                                 Rp   6.000.000,-

c. Persentase jasa modal
Persentase jasa modal = (Bag SHU untk jasa modal : Total modal)x 100%
= (Rp 8.000.000,- : Rp 100.000.000,-) x 100% = 8%

Keterangan:
- Modal koperasi terdiri dari simpanan pokok dan simpanan wajib
- Simpanan sukarela tidak termasuk modal tetapi utang

d. Persentase jasa anggota
Persentase jasa anggota = (Bagian SHU untuk jasa anggota : Total Penjualan Koperasi)x 100%
= (Rp 10.000.000,- : Rp 460.000.000,-) x 100% = 2,17%

Keterangan:
- Perhitungan di atas adalah untuk koperasi konsumsi
- untuk koperasi simpan pinjam, total penjualan diganti dengan total pinjaman

e. Yang diterima Tuan Tono:
>>jasa modal = (Bag SHU untk jasa modal : Total modal) x Modal Tuan Tono
= (Rp 8.000.000,- : Rp 100.000.000,-) x Rp 500.000,- = Rp 40.000,-
>>jasa anggota = (Bagian SHU untuk jasa anggota : Total Penjualan Koperasi)x Pembelian Tuan Tono
= (Rp 10.000.000,- : Rp 460.000.000,-) x Rp 920.000,- = Rp 20.000,-
:: Jadi yang diterima Tuan Tono adalah = Rp 40.000,- + Rp 20.000,- = Rp 60.000,-

2.      Di RAT ditentukan berapa persentasi SHU KOPERASI yang dibagikan untuk aktivitas ekonomi (transaksi anggota) dan berapa prosentase untuk SHU KOPERASI modal usaha (simpanan anggota) prosentase ini tidak dimasukan kedalam AD/ART karena perbandingan antara keduanya sangat mudah berubah tergantung posisi keuangan dan dominasi pengaruh atas usaha koperasi, maka harus diputuskan setiap tahun . Biasanya prosentase SHU KOPERASI yang dibagi atas Aktivitas Ekonomi ( Y) adalah 70% dan prosentase SHU KOPERASI yang dibagi atas Modal Usaha adalah 30%. Jika demikian maka sesuai contoh diatas
Y = 70 %  x Rp 400.000 ,-    = Rp 280.000,-
X = 30% x Rp 400.000 ,-      = Rp 120.000,-

3.      Pengelolaan koperasi Adil SMPN 2 Kota Bima mengalami banyak masalah. Pasca-Rapat Anggota Tahunan (RAT) November lalu, pengurus baru mengaku menemukan ketimpangan pengelolaan selama empat tahun. Beberapa posting transaksi atau penggunaan kekayaan koperasi diduga fiktif. Berdasarkan laporan pertanggungjawaban pengurus lama saat RAT, ditemukan sejumlah ketimpangan. Sejumlah transaksi keuangan, malah sengaja dibikin-bikin (fiktif) untuk menutupi ketimpangan yang terjadi. Anggota yang tidak memiliki pinjaman selama empat tahun anggaran malah dicatut untuk dicatat memiliki hutang pada koperasi. Selain itu, untuk menutupi ketimpangan penggunaan kekayaan koperasi itu, pengurus lama juga menggelembungkan jumlah hutang sebagian anggota. Tidak sampai di situ. Dalam laporan tahun 2005 panitia lama malah menambah hutangnya menjadi Rp2 juta lebih. Tahun 2006 menjadi Rp3 juta lebih, sedangkan tahun 2007 turun menjadi Rp2 juta lebih. Selain itu, sebagian kekayaan koperasi dihabiskan  pengurus lama guna untuk mengadakan rapat. Itu kontras sekali, karena yang diketahui selama empat tahun tidak pernah ada rapat. Diakui Syamsuddin, hingga tenggat waktu yang ditentukan, pasca-RAT pengurus lama, belum menyerahkan sisa saldo kas atau Sisa Hasil Usaha (SHU) koperasi sebesar Rp42 juta lebih.
·         Cara Penyelesaiannya :
Menurut saya cara penyelesaian yang harus dilakukan, pengurus Koperasi yang baru harus meminta keterangan data pengelolaan koperasi selama 4 tahun secara lengkap kepada pengurus yang lama. Baik simpanan maupun pinjaman anggota dan hasil SHU masing-masing anggota. Apabila antara data yang asli dengan laporan sekarang yang ada tidak sesuai atau mengalami ketimpangan yang jauh serta para anggota mengalami kerugian yang cukup besar, maka pengurus koperasi yang baru wajib meminta pertanggungjawaban pengurus yang lama atas ketimpangan laporan koperasi selama 4 tahun. Jika pengurus koperasi lama tidak memiliki itikad baik dalam menyelesaikan masalah ini, maka wajib melaporkan masalah ini ke pihak kepolisian agar tidak ada yang dirugikan dalam masalah SHU anggota koperasi.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar